Jumat, 14 Juni 2013

Masa Depan Peradaban Islam (lanjutan)

Sisi lain Keagungan Peradaban Islam
Setidaknya berdasarkan pengakuan Will Durant, kebesaran peradaban Islam juga tampak pada beberapa hal berikut:
a. Jaminan atas keamanan dunia.
Dalam hal ini, Will Durant jelas mengatakan: Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa; yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad. (Will Durant – The Story of Civilization).
b. Menyatukan umat manusia.
Dalam hal ini, Will Durant terang mengakui: Agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan hingga Maroko dan Spanyol. Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya, membentuk kehidupannya, dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka, yang meringankan urusan kehidupan maupun kesusahan mereka. Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka sehingga jumlah orang yang memeluknya dan berpegang teguh padanya pada saat ini [1926] sekitar 350 juta jiwa. Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan hatinya walaupun ada perbedaan pendapat maupun latar belakang politik di antara mereka. (Will Durant – The Story of Civilization).
c. Menciptakan kemajuan ekonomi.
Dalam hal ini, Will Durant pun jujur bertutur: Pada masa pemerintahan Abdurrahman III diperoleh pendapatan sebesar 12,045,000 dinar emas. Diduga kuat bahwa jumlah tersebut melebihi pendapatan pemerintahan negeri-negeri Masehi Latin jika digabungkan. Sumber pendapatan yang besar tersebut bukan berasal dari pajak yang tinggi, melainkan salah satu pengaruh dari pemerintahan yang baik serta kemajuan pertanian, industri, dan pesatnya aktivitas perdagangan (Will Durant – The Story of Civilization).
d. Menjamin kesehatan masyarakat.
Dalam hal ini, Will Durant secara jelas juga menegaskan: Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya adalah al-Bimarustan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160, telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun (Will Durant – The Story of Civilization). 

Bukti-bukti Arkeologis Keagungan Peradaban Islam

Pada masa-masa ‘kemunduran’-nya pun, peradaban Islam tetaplah mengagumkan. Sejumlah dokumen di sejumlah museum di Turki adalah di antara saksi bisu keagungan peradaban Islam masa lalu. Kita tahu, Turki pada masa Khilafah Utsmaniah adalah saksi terakhir kemajuan peradaban Islam. Di Turki hingga hari ini, misalnya, ada sebuah masjid/museum terkenal bernama Aya Sofia. Di Aya Sofia dipamerkan surat-surat Khalifah (“Usmans Fermans”) yang menunjukkan kehebatan Khilafah Utsmaniyah dalam memberikan jaminan, perlindungan dan kemakmuran kepada warganya maupun kepada orang asing pencari suaka, tanpa pandang agama mereka. Yang tertua adalah surat sertifikat tanah yang diberikan tahun 925 H (1519 M) kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman Inquisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia. Kemudian surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim Khalifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris), abad 18. Lalu surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari eksil ke Khalifah, 30 Jumadil Awal 1121 H (7 Agustus 1709). Selanjutnya ada surat tertanggal 13 Rabiul Akhir 1282 H (5 September 1865 M) yang memberikan ijin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah beremigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah Khilafah, karena di Rusia mereka justru tidak sejahtera. Yang paling mutakhir adalah peraturan yang membebaskan bea cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang mencari eksil ke wilayah Utsmani pasca Revolusi Bolschewik, tertanggal 25 Desember 1920.

Peradaban Islam juga tampak dari berbagai bangunan kuno yang saat ini masih bisa disaksikan di berbagai penjuru dunia. Kordoba sebagai ibukota Khilafah Umayah di Spanyol dibangun pada tahun 750 M. Ia menjadi pusat peradaban hingga 1258 M. Kota tua Kordoba masih bisa kita saksikan sekarang. Sejak berdirinya, kota ini memiliki drainase yang bagus sehingga jalan-jalan tampak bersih dan asri. Ini adalah suatu teknologi sanitasi—yang Jakarta hari ini perlu iri.

Masjid Agung Kordoba, yang saat ini hanya tinggal sebagai museum, memiliki arsitektur yang sangat indah; sekaligus memiliki fungsi akustik sehingga meskipun saat itu belum ada alat pengeras suara elektronik, suara khatib bisa terdengar jelas hingga pojok-pojok masjid yang cukup besar. Tata ruang masjid juga ditambah dengan pola ventilasi yang luar biasa, yang menjamin cukupnya cahaya dan segarnya udara.

Tidak jauh dari masjid terdapat Taman Alcazar yang sangat indah. Mengingat Andalusia dikelilingi oleh tanah-tanah yang gersang maka keberadaan taman itu membuktikan sistem irigasi yang baik. Irigasi memang salah satu teknologi yang diwariskan Islam.

Di banyak negeri Timur Tengah, masih dijumpai kincir untuk menaikkan air yang dibangun berabad-abad yang silam—dan kincir ini masih berfungsi! Di beberapa kota gurun pasir juga masih dijumpai sistem distribusi air bawah tanah, yang disebut Qanat.

Dari sekian banyak bangunan fisik berusia tua di Istanbul, yang paling menarik tentu saja adalah masjid-masjid yang indah. Ikon Istanbul adalah masjid Sultan Ahmet, yang berhadapan dengan Aya Sofia. Masjid ini dibangun pada Abad 16 dan satu-satunya masjid yang punya enam minaret.

Ketahanan bangunan ini terhadap gempa telah teruji. Harus diingat bahwa Turki adalah wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika-Mediteran. Wilayah ini sangat sering diguncang gempa hingga data pertanahan di sana harus terus-menerus di-update karena titik-titiknya akan selalu bergeser oleh dinamika bumi. Namun, masjid-masjid di Turki yang dibangun berabad-abad yang lalu terbukti bertahan hingga kini.

Bangunan bersejarah semacam ini berserakan di seluruh dunia, di tempat Islam pernah berkuasa. Di Cina juga terdapat banyak masjid berusia minimal 1000 tahun. Di India, meski sejak masa penjajahan Inggris didominasi oleh warga beragama Hindu, sebagian besar bangunannya berarsitektur Islam; termasuk Tajmahal, sebuah bangunan mirip masjid yang sangat indah, padahal sebenarnya hanya makam. Beberapa bangunan tua masih memegang fungsi seperti saat didirikan dulu, sekalipun mengalami renovasi berkali-kali. Contohnya adalah berbagai masjid dan universitas di Mesir, Damaskus, atau Istanbul. Universitas al-Azhar di Mesir faktanya adalah universitas tertua di dunia!

Pengaruh Peradaban Islam di Indonesia

Sesungguhnya pengaruh peradaban Islam di Nusantara nyaris merata, mewarnai sebagian besar wilayah, dari ujung barat hingga ke ujung timur. Aceh, yang dijuluki sebagai ‘Serambi Makah’ hanyalah salah satunya. Sejak sebelum kadatangan penjajah Belanda, Aceh telah menerapkan syariah Islam sebagai patokan kahidupan bermasyarakat dan bernegara. Aceh juga banyak didatangi para ulama dari berbagai belahan dunia Islam lainnya. Syarif Makkah mengirimkan utusannya ke Aceh seorang ulama bernama Syaikh Abdullah Kan’an sebagai guru dan mubalig. Sekitar tahun 1582, datang dua orang ulama besar dari negeri Arab, yakni Syaikh Abdul Khayr dan Syekh Muhammad Yamani. Selain itu, di Aceh sendiri lahir sejumlah ulama besar, seperti Syamsuddin Al-Sumatrani dan Abdul Rauf al-Singkeli. [i]

Abdul Rauf Singkel mendapat tawaran dari Sultan Aceh, Safiyat al-Din Shah, untuk menduduki jabatan Kadi dengan sebutan Qadi al-Malik al-Adil yang sudah lowong beberapa lama karena Nur al-Din Al-Raniri kembali ke Ranir (Gujarat). Setelah melakukan berbagai pertimbangan, Abdul Rauf menerima tawaran tersebut.[ii] Karena itu, ia resmi menjadi qadi dengan sebutan Qadi al-Malik al-Adil. Selanjutnya, sebagai seorang kadi Abd Rauf diminta Sultan untuk menulis sebuah kitab sebagai patokan (qanun) penerapan syariah Islam.[iii] Buku tersebut kemudian diberi judul Mir’at al-Tullab.

Menurut Abd Rauf, naskah Mir’at al-Tullab mengacu pada kitab Fath al-Wahhab karya Abi Yahya Zakariyya al-Ansari (825-925 H). Sumber lain yang digunakan untuk menulis buku ini ialah: Fath-al-Jawwad, Tuhfat al-Muhtaaj, Nihayat al-Muhtaj, Tafsir Baydawi, al-Irsyad, dan Sharh Sahih Muslim. [iv] Mir’at al-Tullab mengandung semua hukum fiqh Imam Syafii, kecuali masalah ibadah. Walhasil, Aceh sesungguhnya sejak lama telah memiliki qanun penerapan syariah Islam yang ditulis oleh Abd Rauf al-Singkeli.

Bahkan banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Turki Utsmani, sebagai pusat peradaban Islam saat itu.

Peran Sentral Khilafah

Dengan secuil gambaran historis mengenai kehebatan peradaban Islam di atas, tentu wajar jika muncul sejumlah pengakuan dari para cendekiawan yang jujur, sebagaimana terpapar di awal. Pengakuan jujur ini penting dicatat untuk membantah pandangan beberapa pihak yang mengidap Islamophobia akut seakan-akan Islam tidak pernah memberikan sumbangan apapun terhadap peradaban dunia. Namun, ada satu hal yang belum secara jujur diakui atau paling tidak sering ditutupi, bahwa peradaban Islam yang memberikan sumbangan besar bagi dunia ini terjadi di era Kekhilafahan Islam. Bahkan boleh dikatakan, semua pencapaian kemajuan peradaan Islam itu tidak lepas dari peran sentral Khilafah. Kecemerlangan sejarah itu terjadi ketika umat Islam menerapkan sistem negara Khilafah yang menjadikan Islam sebagai dasar ideologi dan syariah Islam sebagai dasar hukum yang mengatur segenap aspek kehidupan manusia. 

Karena itu, sebuah kepicikan atau kedustaan yang fatal jika di satu sisi memuji peradaban Islam, tetapi di sisi lain melepaskan seluruh kemajuan itu dari peran sentral Khilafah, selain karena faktor akidah dan syariah Islam. Ketiga hal inilah (akidah, syariah dan Khilafah) yang paling menentukan kemunculan peradaban Islam yang agung. Sayang, ketiga hal ini sering ditutup-tutupi bahkan menjadi obyek penyesatan dengan membangun stigma negatif terhadapnya. Pada tanggal 5 September 2006 Presiden George W. Bush, misalnya, mengatakan, “They hope establish a violent political utopia across the Middle East, which they call Caliphate, where all would be ruled according to their hateful ideology (Mereka berangan-angan untuk membangun utopia-politik kekerasan di sepanjang Timur Tengah, yang mereka sebut dengan Khilafah, dimana semua akan diatur berdasar pada ideologi yang penuh kebencian).”

Senada dengan itu Tony Blair saat menjadi perdana menteri Inggris menyatakan bahwa salah satu ciri dari ‘ideolog iblis’ (evil ideology) adalah keinginan menegakkan syariah dan Khilafah. Tentu menggelikan sekaligus tidak masuk akal, bagaimana sebuah ideologi kebenciaan, utopis dan penuh kekerasan—ada juga yang menyebutkan sebagai sistem zaman batu—bisa menghasilkan peradaban agung yang diakui cemerlang oleh dunia; bagaimana sistem zaman batu bisa menyatukan berbagai bangsa, warna kulit dan ras di seluruh dunia; bagaimana mungkin pula ‘ideolog setan’ bisa diyakini bahkan diperjuangkan oleh pemeluknya dan bertahanan selama 13 abad. Padahal masa kecemerlangan itu terjadi di bawah naungan sistem Khilafah, yang sering oleh para sejarahwan Barat sering secara kurang pas disebut peradaban Arab, dinasti atau imperium.
Para ahli sejarah pun mengakui, Kekhilafahan itu memang ada dan menjadi kekuatan politik real umat Islam. Setelah masa Khulafaur Rasyidin, di belahan Barat Asia muncul kekuatan politik yang mempersatukan umat Islam dari Spanyol sampai al-Sind di bawah Kekhilafahan Bani Umayyah (660-749 M), dilanjutkan Khalifah Abbasiyyah kurang lebih satu abad (750-870 M), serta Khilafah Utsmani sampai 1924 M. Adanya kekuatan politik di Asia Barat yang berhadapan dengan Cina telah mendorong tumbuh dan berkembangnya perdagangan di Laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Samudra Hindia.[v] Hal ini dengan sendirinya memberikan dampak bagi penyebaran Islam dan tumbuhnya kekuatan ekonomi, karena banyak pendakwah Islam sekaligus sebagai pedagang.

Tidak ada komentar: